Rabu, 18 Februari 2015

Semangatku (Ayah)

   Aku hanya merasa kuat saat hari mulai gelap. Aku hanya menunggu sesosok berpakaian lusuh menghampiri dengan wajah lelah. Ia semangatku, yang hanya bisa kujumpai ketika senja kian memudar dan lampu jalan mulai menerang.
  Semangatku tak kunjung datang. Semua sesajian yang telah rampung kusiapkan nyaris dingin tak tersentuh tangan. Aku membayangkan ia amat senang dengan hasil jerihku hari ini. Tubuhnya yang mulai menua menghambur lelah di atas kursi kayu, di depannya telah ada kopi hitam pekat dan lempeng pisang yang masih hangat. Sesekali ia berupa fatamorgana di tengah kilau lampu yang ada. Imajinasi tentangnya masih begitu nyata. Gigi kelinci yang selalu ia tonjolkan tatkala ia tertawa, mata melotot yang ia berikan ketika ia marah, Tuhan aku begitu merindukan.
   Hingga akhirnya, sepasang mata pun tiba. Dengan tatapan lelah ia berucap.
"Masuk nak, ayahmu sudah menunggu anaknya mengirim doa."
   Sekelebat aku tersadar, semangatku tak akan mungkin lagi datang.

2 komentar:

Popular Posts