Showing posts with label Sajak & Puisi. Show all posts
Showing posts with label Sajak & Puisi. Show all posts

Lekas dan Diam

 

Dalam gerak memburu

Aku limbung

Kupikir lekas selalu baik

Hingga kehilangan kendali

 

Dalam mode membisu

Aku linglung

Kupikir diam selalu baik

Hingga mereka sesuka hati

 

Lekas dan diam

Tak satupun kuandalkan

Pandai Bicara

 

Kulakukan yang mereka abaikan

Kuusahakan semua sedemikian

Tetapi sampai ke telinga

Aku hanya pandai bicara

 

Tidak terhitung berapa banyak usaha

Dari berguna hingga sia-sia

Tetapi yang mereka percaya

Ah, itu karena beruntung saja

 

 

Kepada Tikus

 

Anehnya pion-pion itu terus merasa tinggi

Padahal harganya kami yang beri

Angka yang masuk ke perutmu itu hasil kami

Mengapa sulit sekali tahu diri?

 

Bagaimana jika kita biarkan gelap terjebak sunyi

Kita bungkam, riuh hanya menetap di kepala

Yang terdengar hanya iya-iya saja

Apa tidak menjadi semakin suram negeri ini?

 

Satu, dua, sepuluh dekade mendatang

Akan ditentukan dari usaha kita hari ini

Terus teriakkan dengan lantang

Sejahtera itu hak anak cucu kami

Mantra

 

Bertaruh pada hidup

Bunga-bunga di kepala dibiarkan redup

Perasaan baik datang dan pergi

Lalu kembali lama sekali

 

Berkawan dengan gagal

Hingar-bingar kejayaan tak dikenal

Mencoba lagi dan lagi

Lalu bangkit ribuan kali

 

Semoga peruntunganku hari ini

Mantraku setiap pagi

Ah

 

Menerjemahkan diri

Ingin itu ingin ini

Desember resolusi

Diulang Januari

 

Aku ini apa? Entah

Kedinginan di bawah terik

Merasa haus di tengah hujan

Semua ada, namun tidak dengan jiwa

 

Selalu ada yang belum

Rasanya tak pernah ada momentum

Sekadar lewat, tak berarti

Hidup sekarat, lalu abadi

 

Semua membeku

Tidak punya banyak waktu

Pikiran dan kaki tangan

Tak pernah bisa beriringan

 

Harapan koyak

Angan menjadi artefak

Asa kian nihil

Usaha demi usaha mustahil

 

Ah

 

 

Terjaga


Tak ada pulas, aku terjaga

Kepalaku berat, nafasku terbata

Kuhilangkan isi kepala satu dua

Terus kembali tiga empat lainnya

 

Seringkali aku bertingkah demikian

Menghadapi tidur yang tak teratur

Memikirkan apakah ini begadang atau kepagian

Lalu menyesal kemudian

 

Banyak yang terlintas

Masalah lalu lalang seperti rutinitas

Otakku sibuk membiarkan mereka saling serang

Apakah memikirkan ini siang tidak memungkinkan?


Dua Belas

Seperti datang sebagai penumpang

Aku tak punya kendali

Kupikir hidup ini mudah menjadi pemenang

Naif sekali

 

Untukku yang ambisius

Masaku sudah terputus

Apa itu juara?

Dua belas mengajarkan aku rela

 

Aku mengutuk diri

Apa karena aku lalai?

Lalu kuhardik lagi

Kemana larinya nilai-nilai?

 

Dalam sedih yang teramat

Dan kecewa yang sungguh berat

Aku kali pertama tahu

Aku tak sehebat itu


Delapan Belas

 

Melihat diri di delapan belas

Saat kecewa, mimpi-mimpi tergilas

Nyaman? Tak jua tiba walau aku memelas

Ini realitas?

 

Keadaan begitu kejam

Aku dipaksa memendam

Ingin berilmu saja perlu uang

Sedikitpun tak tampak peluang

 

Menyesuaikan diri

Menurunkan ekspektasi

Enyahlah rasa iri

Apalah itu edukasi

 

 

Satu

 

Dalam cerita yang kudengar & ingat

Aku seperti teman kecil penghilang penat

Ayahku buruh, ibuku di rumah berpeluh-peluh

Aku merengek dan mengaduh, gaduh

 

Tak ada rumah, apalagi megah

Tak ada tanah, apalagi sawah

Tak ada

 

Cerita demi cerita tak luput dari sengsara

Aku adalah harapan besar mereka

Kalau besar mungkin menjadi pegawai negeri

Bukan seperti bapak yang buruh tani

 

 

 

Suatu Hari di 2017

 

Suatu hari di 2017

Aku menepi dari rutinitas

Datang kepada ikan-ikan

Tanpa pelindung arus pun diterjang

 

Jika hari itu aku tenggelam

Disantap ikan, dihantam karang

Diombang-ambing  sampai tak seorangpun menemukan

Kiranya aku tak keberatan

 

Sebelum hari itu aku kewalahan

Jadi tak hidup pun tetap lumayan

Suatu hari di 2017

Aku berlari dari hidup yang naas

 

Sebelum Dua Angka

 

Sebelum dua angka

Tak ada satu, dua, tiga di angka pertama

Aku masih mengira

Dewasa akan bisa apa saja

 

Belasan menjadi penantang

Dua puluhan menjadi unggulan

Tiga puluhan menjadi teladan

Empat puluhan? Sulit kubayangkan

 

Kupikir hidupku akan hebat

Yang indah-indah kuangankan sekelebat

Karena apalagi yang kupunya?

Mengelukan harapan dan asa

Hanya itu satu-satunya cara

 

Mawas Diri

 

Ketakutan dan mawas diri

Mengapa ini teramat dekat sekali

Dinding, tak ada yang bisa membatasi

Dilema, seperti niscaya, aku terbebani

 

Gangguan bukan dari penantang

Aku tampak tenang, namun isi kepalaku berkeliaran

Bajingan, kuhunus pedang ke pikiran

Kuteriakkan lantang

“Bubar kau setan!”

 

Di dimensi lain, aku takut jika tidak takut

Apa jadinya aku jika tak punya kalut

Tertinggal, percuma, sia-sia

Jangan sampai itu jadi akhirnya

 

Mawas diri, aku ingin terus merawat ini

 

Mati

 

Setengah mati

Mati-matian

Mati

Lalu tak berarti

 

Yang kupikir benar akan pudar

Masalah terkadang membesar

Padam keesokan, menyala kemudian

Aku kewalahan terus terang

 

Tujuan yang kuimpi

Titik yang kutiti

Aku berapi-api

Rasanya setengah mati

 

Usahaku tak berkesudahan

Pikiranku tersita begitu dalam

Kuajak maju segelintintir

Akhirnya kami mati-matian

 

Tampak suaraku didengar sekian kali

Beberapa kali lainnya aku tak diamini

Mereka lihat aku mudah untuk dibenci

Yang kuperjuangkan terasa mati

 

Sudah kuambil duri-duri

Pada akhirnya tak berarti

Kurang Sekarang

 

Memulai dari kurang, lalu menjadi sekarang

Harusnya aku bisa berjalan melenggang

Tak melihat kemarin, hanya melihat ke depan

Bekas jejak kaki hanyalah rintisan

 

Ribuan rintang menyiksa bergantian

Bisa saja putus asa, jika tak ingat dendam

Aku harus bisa membalasnya

Sampai terngiang namaku di telinga

 

Dunia ini jahat seperti mulut para penjilat

Mereka elu-elukan yang dianggap hebat

Lalu menyisihkan yang tak berpangkat

Bangsat

Dua Satu

 

Kepadaku si dua satu

Habis semua muda berlalu

Menangis untuk yang tak sebegitu

Bodohnya aku

 

Andai bisa terulang

Ingin kukejar masa gemilang

Belajar dasar menjadi pemenang

Bukan pecundang pengemis si belang

 

Kukabarkan kepada dua satu

Jangan bodoh seperti aku

Terlena pada yang tak sebegitu

Asu

Tawan

 

Belasan tahun menjadi tawan

Mengakhiri ini rasanya sungkan

Apa ini benar atau keliru Tuhan?

Aku terlena tak keruan

 

Atasku tampak cemerlang

Bawahku tak punya masa depan

Aku keliru jangan-jangan

Bukan itu mimpiku kawan

 

Menata kalimat indah dan sedikit kesah

Perasaan dibiarkan liar lepas tercurah

Bukan hidup yang harus sempurna

Panutan ah aku muak menahannya

Di Antara

 

Belum usai penatku terlepas

Aku harus berlarian terengah-engah

Udara dingin, halimun utuh

Ini bentuk usaha atau sekadar patuh?

 

Menyiapkan jawaban berisi

Omong kosong sesekali

Berharap pengakuan

Di tengah banyak gempuran

 

Atas meremehkan, bawah tak percaya

Duka orang yang berada di antara

Jika ini terlewati

Bukankah aku mejadi sakti

 

 

Pejuang

 

Di balik meja aku duduk manis menunggu kesempatan

Biarlah mereka para pemuka dibiarkan bertandang

Dari wajah, asal-muasal, hingga tinggi badan

Aku tak masuk kriteria ke medan perang

 

Saat semua andalan terlewatkan

Giliranku menunjukkan keahlian

Kupatahkan label dan anggapan

Kupastikan aku bisa bertahan

 

Jika aku mati tertembak

Aku akan hidup kembali dengan hebat

Tak lagi kubiarkan kesempatan terlewat

Berjuang hingga nafas tercekat

Menjegal Prasangka

 

Kulangkahkan kakiku menuju mimbar

Kudapati tak seorangpun bisa kujegal

Mereka bak pemenang yang sudah ditentukan

Aku hanya mampu perlahan

 

Dalam doa yang khidmat

Kuberanikan diri penuh tekad

Aku pernah berhasil, hari ini pun bisa

Kuulang-ulang seperti mantra

 

Beberapa detik sebelum kuucap kata pertama

Aku merasa akan terbata-bata

Namun, yang menjegalku ternyata hanya prasangka

Pemenang yang ditentukan adalah aku orangnya

Tinggi atau Berarti

 

Pelan-pelan aku meniti jalan

Saat belum tiba aku bisa menggila

Penat, tetapi usahaku harus berkali lipat

Ingat, asal-usulku tak punya peringkat

 

Kiri-kanan beradu, aku linglung mencari tahu

Manakah tuju? Lagi-lagi meragu

Antara menjadi tinggi atau menjadi berarti

Sulit kupilih berkali-kali

 

 

 

60 Hari Bercerita

5

  Drama perpisahan untuk kali pertama dalam keluarga rumah atap rumbia ini dimulai. Di bawah langit pagi nan cerah itu kesedihan ibunda Aco ...