Tampilkan postingan dengan label Sajak & Puisi. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Sajak & Puisi. Tampilkan semua postingan

Senin, 24 Mei 2021

Ingin Sekali - Puisi

Ingin sekali kukatakan rindu ribuan kali
Tetapi lidah ini kelu, di depanmu aku bisu
Jangankan saling rayu, memujimu aku tak mungkin mampu
Saling cela, begitulah bahasa kita

Ingin sekali kuceritakan pada ramai bahwa kamu adalah tenang
Kupamerkan pada amarah bahwa kamu adalah sabar
Kubanggakan pada sedih bahwa kamu adalah pelipur
Ingin sekali, namun lidahku tercekat ribuan kali


Maka, dalam lisanku yang sukar memuji
Terselip rinduku yang bertubi-tubi


L.M.

Senin, 22 Maret 2021

Pada Pukul Sembilan

Malam boleh pekat, namun itulah saat kita dekat
30 hari penuh pada pukul sembilan
Dua rasa yang sedang berpura-pura suka, beradu

Aku bertanya kabar, kau menjawab rindu
Aku bertanya sedang apa, kau jawab ingin bertemu
Simbol hati seolah bertebaran setiap kali mengirim pesan
Debar

Dari 24 jam, aku hanya menikmati pukul sembilan
Menunggu namamu muncul di layar ponselku
Lalu menikmati tawamu yang renyah dan penuh rindu

Dingin terasa menyengat, namun itulah saat kita rekat
Selamanya pada pukul sembilan
Dua rasa yang sudah benar-benar suka, bersatu
Boleh jika mimpiku seperti itu?


L.M.




Rabu, 19 Agustus 2020

Riuh Getir Maklum Persembahan

Riuh, kapan kau diam

Telingaku sesak sibuk meredam

Getir, kapan kau hilang

Lidahku kejang lelah berperang

 

Begitu sering keluh datang tak kenal kasihan

Hei, sulit hanya milik mereka yang pandai berkelit

Alasan demi alasan agar bisa menyerah dengan pemakluman

Keadaan demi keadaan yang selalu saja menjadi persembahan

 

Langkah yang pelan namun tak pernah berhenti

Mimpi yang menjulang namun selalu membumi

Andai aku bisa terus seperti ini




Tabalong, 19/08/2020. (day #10 Project Novel Punggung)

Kamis, 11 Juni 2020

Bantimurung - Puisi


Aku menjadi ulat agar kau rawat
Menjadi kepompong agar kau bopong
Menjadi tak berdaya agar kau jaga
Menjadi diriku saja

Bukan kupu-kupu itu mauku
Terbang bebas, tinggi, tanpa kendalimu
Bukan,
Tak apa selamanya menjadi tawan
Dalam dirimu yang masih berlarian

Benak kita bersua diantara dua goa
Dan kaki-kaki kita meratapi sisa-sisa
Air terjun deras, mengabadikan penat yang terlepas

Goa Batu dan belenggumu
Goa Mimpi dan jati diri
Taman Kupu-kupu dan adu rayu
Tidak seimbang namun beriringan
Semoga kita terus demikian



Tabalong, 11 Juni 2020
(day #11 field break di site saja)

#rewrite Bantimurung - Bulusaraung (Kingdom of Butterfly), Maros Sul-Sel.

Selasa, 09 Juni 2020

Sejak Kapan - Puisi


Sejak kapan hujan menjadi milik seseorang?
Setiap ia bertamu, selalu terbersit sosokmu

Sejak kapan langit menjadi milik seseorang?
Setiap ia membiru, selalu tampak cemburumu

Sejak kapan malam menjadi milik seseorang?
Setiap ia menyeru, selalu terasa pelukmu

Sejak kapan hatiku menjadi milik seseorang?
Setiap hujan reda, langit gelap, dan malam berlalu
Hatiku sepi menunggu kabarmu

Maka, semua ini sejak kapan?
Kujawab, sejak kau meninggalkanku



Tabalong, 07 Juni 2020.
(day #7 field break di site saja)

Mata Dan Lengan - Puisi


Jika dalam hatimu ada benci
Aku ingin matamu jangan
Rekam aku dalam sorotmu
Sebagai wanita baik nan ayu

Jika dalam nalarmu ada kesal
Aku ingin lenganmu jangan
Kenang aku dalam dekapmu
Sebagai wanita hangat penuh rindu

Cukup mata dan lenganmu itu
Aku ingin hidup di antaranya

Suaramu mungkin pandai merayuku
Tetapi matamu yang lebih tulus melakukannya
Lidahmu mungkin telah menipuku
Tetapi lenganmulah yang mempertahankannya

Maka sekali lagi
Izinkan aku mati di antaranya




Tabalong, 07 Juni 2020
(day #7 field break di site saja)

Sabtu, 06 Juni 2020

Jika Kau Baca Sajak Ini - Puisi


Jika kau baca sajak ini
Aku ingin menerka-nerka
Mungkin saja rindumu telah tiba
Atau bencimu telah mereda

Jika kau baca sajak ini
Aku ingin mereka-reka
Kamu hanya ingin tahu kabar
Atau mengingatku dengan berdebar

Jika kau baca sajak ini
Aku ingin sampaikan pesan

Hujan menjadi waktu
Waktu yang tepat mengingatmu
Jika kita tidak pernah bertemu
Mungkin hujan hanyalah musim, bukan rindu
Jika kita tidak pernah bertemu
Sehampa itu

Maka,
Jika kau baca sajak ini
Ketahuilah, sosokmu tidak terganti




Tabalong, 6 Juni 2020
(day #6 field break di site saja)

Tak Pernah Sembuh - Puisi


Andai semua daun yang jatuh
Hanya karena angin
Mungkin menua
Bukanlah jalan menuju mati

Andai semua rindu
Terobati hanya dengan bertemu
Mungkin selamanya
Aku tak pernah sembuh




#rewrite

Tabalong, 6 Juni 2020
(day #6 field break di site saja)

Pada Bibir Gelas Itu - Puisi


Pada bibir gelas itu masih menempel sisa-sisa
Ampas kopi, bibirku, bibirmu, dan bincang kita
Andai berbagi sisa hidup semudah berbagi kopi
Bisa saja hari ini kamu kumiliki

Pada bibir gelas itu masih menempel sisa-sisa
Nafasku, nafasmu, dan andai-andai kita
Kita memang dua manusia yang pandai berandai
Tetapi begitu takut memulai

Pada bibir gelas itu masih menempel sisa-sisa
Andai bibirmu masih disana



Tabalong, 6 Juni 2020
(day #6 field break di site saja)

Bagaimana Rasanya - Puisi


Mungkinkah sajak ini terdengar indah?
Sementara merduku tak boleh menyergah

Mungkinkan puisi ini akan menyentuh?
Sementara rinduku haram berlabuh

Kata demi kata manisku terasa hambar
Karena darimu tak mungkin ada kabar

Bagaimana rasanya meninggalkanku?
Tidak lebih baik bukan?
Hiburku
Setiap kali melihat potretmu





Tabalong, 6 Juni 2020
(day #6 field break di site saja)

Jumat, 05 Juni 2020

Kamus Rencana - Puisi


Rencanaku adalah rencana kita
Rencanamu adalah rencanamu
Beda
Tidak ada aku dalam rencanamu

Puisiku adalah namamu
Namaku tak ada dalam puisimu
Beda
Akhirnya tak ada puisi kita

Menunggu itu punya batas
Waktuku bukan melulu kamu, kamu
Kamus punya banyak kata
Bukan namamu saja

Rencanaku kini menjadi rencanaku
Tidak ada kamu di dalamnya
Lama kubiarkan namamu dalam rencana
Beda
Kini saatnya aku menggantinya




Tabalong, 6 Juni 2020
(day #6 field break di site saja)

Hai, Apa Kabar - Puisi


Hai apa kabar?
Ingin sekali aku menyapamu melalui pesan.
Mencari tau apakah kamu baik-baik saja?
Mencari tau apakah kamu sehat-sehat saja?

Sesekali, ketika aku sendiri.
Aku menguliti perih yang kurawat hingga hari ini.
Perih yang disebabkan olehmu,
Yang memenjarakanku sekian lama lalu menghempasnya.

Aku tak pernah meminta kamu kembali,
Tetapi bolehkah hati kecilku mengamini?
Dalam kalimat-kalimat bahagia, kuselipkan do’a untukmu yang sudah bersamanya.




#Rewrite 

Tabalong, 5 Juni 2020
(day #5 field break di site saja)

Jangan Memahami - Puisi


Sedih bukan untuk dibeli, jangan
Pun memahami bait-bait ini, jangan sesekali

Kepada pulang, tolonglah menyerah
Lebih baik kau hilang, lekas
Tak ada sambut, pulang
Aku kusut

Kenapa? Dia tak mencintaimu lagi?
Biarlah
Kenapa tidak kau saja?
Entahlah

Gengsi kau bilang? Buang
Ego itu racun, bodoh
Jika ia enggan, kamu saja

Sampai disini paham? Jangan coba-coba
Kukatakan sekali lagi, “Jangan memahami!”

Seperti aku tak pernah paham
Membencimu serumit ini




Tabalong, 5 Juni 2020
(day #5 field break di site saja)

Di Dalam Bilik Kecil Ini - Puisi


Di dalam bilik kecil ini
Kututup pintu dan jendela
Takut engkau mengetuk
Apalagi membujuk

Di dalam bilik kecil ini
Kumatikan ponsel dan sejenisnya
Takut engkau mencari
Padahal aku sedang sembunyi

Di dalam bilik kecil ini
Aku mengatur jarak
Padahal tahu kau tak mungkin mendekat

Menjelaskan? Tidak akan
Kau ingin berpisah, jelas sudah

Di dalam bilik kecil ini
Aku bukan lari darimu
Tetapi dari prasangkaku

Di dalam bilik kecil ini
Bisakah aku melupakanmu?





Tabalong, 5 Juni 2020
(day #5 field break di site saja)

Beruntungnya Aku - Puisi


Mula-mula kudengarkan bait-bait rayu dari tuturmu itu
Suara di balik mik, ataupun langsung berbisik
Membuat hatiku bergetar dan tubuhku bergidik
Merdu sekali – beruntungnya aku

Lama-lama kudekati tubuh dengan aroma cokelat itu
Tak ada tembakau, apalagi alkohol
Membuat aku percaya, kau akan baik-baik saja
Idaman sekali – beruntungnya aku

Tubuhmu yang menjulang
Kaki-kakimu yang panjang
Mengingatkanku akan jalan pulang

Beruntungnya aku – putus denganmu



Tabalong, 5 Juni 2020
(day #5 field break di site saja)

Punggung - Puisi


Katamu,
Aku diciptakan dari tulang rusukmu
Dan kamu ditakdirkan menjadi tulang punggungku

Kita berbincang tentang masa depan tak berkesudahan
Ditemani segelas kopi, dan pelukan sesekali

Kau bilang “semua tidak akan mudah”
Tetapi aku sibuk berkhayal yang indah-indah
Pesta, tamu, dan biaya
Rumah, anak, dan semuanya

“Kehidupan setelah menikah tidak mudah”
Katamu sekali lagi
“Kamu akan lebih sering lelah, kamu akan lebih mudah marah”
Tambahmu

Lalu, dengan tegas kutanyakan padamu
“Jika mencintai penat adalah tugasku, lantas untuk apa punggungmu diciptakan?”




Tabalong, 3 Juni 2020.
(day #3 field break di site saja)

Pancaroba - Puisi


Rintik, gerimis, hingga deras terus kurasa
Tak ada dahaga, apalagi rindu
Setiap detik kau dekap aku dengan basah
Mengapa tidak sesekali kau enyah?

Panas, terik, hingga kering tekak kuderita
Yang ada sakau, tak ada temu
Setiap detik kuinginkan sentuhmu yang tak ada
Mengapa tidak sesekali kau pulang?

Dalam sendiri yang tak bertepi
Dalam menunggu yang tak tau waktu
Aku terbiasa tanpamu

Kemarau tak henti bahkan tahun berganti
Aku yang tak lagi sakau
Menikmati hidup tanpa kacau

Tidak untuk sedih, pun gelisah tak ada
Tetapi dalam tenang akan keringku
Kujumpai kau bercokol meminta air minum
Singgah, sekedar melepas gundah
Tetapi nyatanya tidak hanya dahagamu
Kau berdiam tak beranjak

Hingga aku mendadak sakit, bagaimana tidak?

Setelah merasakan kekeringan yang sangat
Lalu dalam sehari mendadak kau basahi lagi
Ini cinta atu musim pancaroba?




Tabalong, 3 Juni 2020.
(day #3 field break di site saja)

Siapalah aku - Puisi


Kian larut sang petang kian terpuruk
Ia mendendam pada terik yang mengutuk
Lalu tumpah segala amuk dalam remuk
Peluk, kikuk, kutuk sedang meliuk

Kian basah kian sukar membaca celah
Ingin aku teriak berhenti tetapi aku resah
Doa-doa terus kutawar agar lenyap gelisah
Tetapi alam pikir terus enggan menyerah

Siapalah aku, yang dibenci oleh pelupukmu
Katamu, aku bukan ragu yang layak ditunggu
Lalu mengapa aku kau rayu?
Menerjang hujan lalu berdiri kokoh di depanku

Ini sudah larut, tidakkah kau lelah berkusut?
Aku tidak perlu rebut, tapi cobalah kau lawan karut

Dekapku akan sulit berembuk
Jika bundahmu terus memegang tampuk




Tabalong, 2 Juni 2020.
(day #2 field break di site saja)

Serasi - Puisi


Malam menyeru gelap
Pada hujan yang menggamit lelap

Dingin melisan beku
Pada kamu yang mengulit rindu

Perjalanan melafalkan pulang
Pada kenangan yang melekap rintang

Malam dan hujan, dingin dan kamu
Perjalanan dan kenangan, selalu serasi jika disandingkan.




Tabalong, 2 Juni 2020
(day #2 field break di site saja)

Rindu Tak Berjarak - Puisi


Harusnya, jarak lah yang melahirkan rindu
Tetapi entah mengapa bagiku tidak
Ia menguap menjadi udara
Lalu datang lagi di hari berikutnya
Pergi lagi direbut mentari
Datang lagi dipeluk erat oleh malam
Kemudian hilang disapu hujan

Jadi, masihkah rindu ini terlihat menyedihkan?
Tanpa jarak, aku masih tetap selalu merindukan



Tabalong, 2 Juni 2020.
(day #2 field break di site saja)

Popular Posts