Selasa, 08 Juni 2021

#SingleOnSite - Episode 12 Maling

    "Diinformasikan kepada Bapak-Ibu yang baru turun dari bus atau sarana dipersilakan langsung merapat ke muster point." Himbauan yang terdengar diucapkan berkali-kali itu mengudara menguasai seisi kantor yang diperdengarkan oleh pengeras suara membuat seluruh karyawan berduyun-duyun merapat ke bagian depan kantor. Biasanya tempat berkumpul itu hanya digunakan dalam keadaan darurat saja, tidak seperti hari ini. Bahkan belum ada karyawan yang sudah duduk manis di mejanya.
    Membuat seluruh karyawan berbaris dengan rapi memang tidak mudah, aba-aba bersap, berbanjar, siap grak, lencang kanan, dua langkah ke kiri, dan sebagainya tidaklah banyak didengarkan. Suara-suara bising dari kerumunan bersaing dengan dialog satu sama lain mengalahkan aba-aba. Sampai seseorang paling berpengaruh di kantor muncul, Pak Gemi.
    "Assalamualaikum WR WB." Suara berat Pak Gemi mengudara melalui pengeras suara. Di mimbar, Ia melanjutkan dengan beberapa kalimat pembuka yang membuat siapapun merasa harus mendengarkan dengan saksama. Bahkan hanya suaranya saja begitu berwibawa. Tegas namun merdu, begitu nyaman memasuki telinga, padu padan teknik diafragma dan artikulasi yang jelas menyiratkan Pak Gemi memang sudah berpengalaman. Hanya berselang beberapa menit setelah sambutan itu dibuka, akhirnya Pak Gemi sampai pada inti masalah.
    "Lagi-lagi pencurian terjadi." Hampir seluruh karyawan saling pandang, tidak sedikit yang mengeluarkan suara tanda tekejut, dan tidak sedikit pula yang acuh tak acuh, lebih parah lagi beberapa merasa biasa saja karena ini bukan kali pertama. Walaupun ini menjadi kali pertama diumumkan secara resmi seperti dalam upacara. Pak Gemi menjeda pidatonya, seakan memberi waktu kepada seluruh karyawan fokus pada reaksinya. 
    4 menit setelahnya, sebuah 4 X 4 WD memasuki area parkir Main Office. Mobil bernomor lambung LM01 itu diikuti 1 mobil petugas keamanan dan 1 mobil patroli polisi. Investigasi dilakukan, karyawan belum dibiarkan bubar jalan. Satu-satunya desas-desus yang menyebar saat ini adalah kehilangan dalam skala besar, walaupun objek yang hilang belum disebutkan.
    Pak Gemi turun dari mimbar, dengan kode tangan mempersilakan salah satu orang berseragam PT. Lama Makmur untuk menggantikannya memegang mikrofon. Dengan gagah lelaki berkumis tipis yang usianya berkisar 40 tahunan itu mulai memperkenalkan diri. 
    "Saya Kosa, ketua tim audit PT. Lama Makmur yang baru. Sepanjang saya melakukan audit 10 bulan terakhir banyak sekali temuan kejanggalan-kejanggalan terkait hilangnya peralatan dan aset. Yang jika ditelusuri kebanyakan berupa besi buta hingga besi olahan yang terjadi di beberapa titik lokasi di site ini." Pak Kosa menarik nafas sembari merogoh lipatan kertas dari sakunya.
    "Saya meyakini dengan total kerugian perusahaan hampir 1 trilliun rupiah sepanjang 4 tahun ke belakang, dipastikan kegiatan curi-mencuri ini sudah terorganisir, berlangsung lama, dan didukung oleh banyak pihak." Kosa membalik lipatan kertasnya.
    "Dan, setelah investigasi dimulai titik terang yang kami temukan adalah oknum para pelaku ini merupakan bagian dari karyawan salah satu anak perusahaan dan dari bukti-bukti yang dikumpulkan kecurigaan mengarah ke perusahaan ini. Jadi dalam beberapa waktu ke depan kegiatan operasional PT. Jaya Over Burden dibekukan. Sekian, wassalamualaikum WR WB." Pak Kosa meninggalkan mimbar. Suasana berubah hening, tak lagi banyak yang berkomentar, riuh hilang.
    Fajar semakin meninggi, keringat sudah mulai membanjiri setiap karyawan. Lebih kasihan mereka yang susunan berbarisnya di sebelah kiri mimbar, mereka menghadap terik menantang matahari. Bukan hanya berkeringat, tetapi wajah rasanya merah padam ditambah mata yang harus menyipit menahan silau. Semua orang di luar barisan mengiringi rombongan perwakilan PT. Lama Makmur menyisir setiap sudut office, sementara petugas keamanan tinggal untuk memastikan barisan tidak bubar.
    "Sampai kapan kita disini?" Birdel berteriak pada pemimpin barisan.
    "Sabar ya bu, sampai investigasi selesai." Seketika teriakan seluruh karyawan menyerang petugas keamanan tersebut, walaupun tak ada yang berani membubarkan diri.
    "Mau tukar posisi?" Jendra menepuk pundak Sekar lalu menawarkan bertukar posisi, karena di posisi depan menghadap matahari, Sekar sudah terlihat mau pingsan. Tanpa penolakkan sedikitpun, Sekar langsung mundur dan berlindung di belakang bayangan Jendra.
    "Bilang makasih kek."
    "Iya makasih."
    "Nggak gratis ini."
    Mendengar itu Sekar justru menendang kaki Jendra. Jendra meringis sedikit menunduk mengusap-usap kakinya. Guyonan ala mereka yang dipandang sinis oleh orang-orang barisan belakang. 
    Di barisan lain, ada seorang lelaki menggigil di bawah terik. Ia khawatir, cemas, gelisah, takut kalau-kalau aksinya kali ini terbongkar.


***

    Setelah 2 jam, mereka diperbolehkan kembali ke ruangan masing-masing. Tetapi, sebagian besar dari mereka justru membuat kerumunan-kerumunan kecil membahas kejadian tadi pagi. Mulai dari kemungkinan asal tuduh, salah sasaran, potensi nama tersangka, kecurigaan satu sama lain, apa saja bahan investigasi, dan sejauh mana pelaku akan dijatuhi hukuman. Para karyawan mendadak menjadi detektif hingga ahli hukum ketika berada dalam topik ini.
    Sama seperti karyawan lain, si pelaku ini pun merapat pada kerumunan, tak akan ada yang bisa curiga walaupun sedari pagi keringat dingin membanjiri tubuhnya. 


***

    Pukul 10 pagi seluruh karyawan site support yang bekerja di luar main office tiba-tiba merapat. Turun dari bus dan diarahkan untuk menuju aula. Mereka operator, surveyor, mekanik, juga pengawas lapangan yang ditarik mundur karena larangan operasi. Seketika main office semakin ramai.
    "Sekar, bantu persiapkan sound system dan rundown acara ya. After lunch kita langsung mulai."
    "Acara apa pak?"
    "Siapkan saja di aula."
    Sekar yang baru keluar dari toilet langsung bergegas menuruni anak tangga menuju pantry. Urusan persiapan ia memang seringkali diandalkan. Sebelumnya semua ia lakukan bersama Ghea, namun atasannya itu kini sudah semakin sibuk dan turunlah warisan pekerjaan tambahan itu hanya pada Sekar. Dibantu dua orang helper, Sekar mulai mengatur semuanya. Berimprovisasi seperti biasa. Perintah mempersiapkan sound system, berarti mempersiapkan keseluruhan tempat. Perintah mempersiapkan rundown, berarti mempersiapkan keseluruhan acara termasuk memimpin jalannya acara. 
    Sekar mendatangi tim humas, menanyakan detail acara, apa yang ingin disampaikan, tujuan acara, siapa saja yang memberi sambutan, durasi, hingga kapan konsumsi datang dan detail teknis pembagiannya. Setelah itu, dengan membawa secarik catatan Sekar melaju menuju aula menyusul dua helpernya.
    Sampai di depan pintu aula Sekar kesal melihat meja kursi yang dibiarkan malang melintang.
    "Utuuuh." Sekar setengah berteriak memanggil salah satu helper.
    "Utuuuuuh." Kini lebih keras.
    "Utuuuuuuuh." Tidak sabar, Sekar menyingkirkan paksa meja kursi itu lalu membuka pintu.
    "Buuuggg." Sebuah kayu melintang yang disangga dua buah tangga jatuh mengenai Sekar, perempuan itu reflek menghindar namun kakinya terhalang kaki meja, lalu tersungkur. Seisi aula sontak menoleh dan sebagian berdiri, suara riuh terkejut hingga sorak menyadarkan Sekar akan sesuatu, ia sedang menjadi tontonan. Sekar memaksakan diri bangkit dan beranjak menjauhi pintu aula. Rasa malunya jauh lebih besar dibanding rasa sakit. Semakin Sekar berlari, semakin kencang orang-orang itu bersorak. Dalam hati Sekar hanya mengumpat kesal, dan membayangkan ada wajah-wajah yang ia jauhi ada di sana.


***

    Sudah bertahun-tahun semenjak lelaki itu melihat Sekar menangisinya. Perpisahan mereka yang aneh, jauhnya mereka hingga seperti musuh, putusnya hubungan bahkan sebelum jadian, semuanya terasa teramat aneh. Namun, hari ini ia melihat Sekar dengan perasaan berbeda, ada rindu hinggap dalam kepalanya. Rindu yang lain. Rindu yang berbeda. "Bolehkah aku mengenalnya sekali lagi?" Batinnya.



To be continue...

L.M.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Popular Posts