Tampilkan postingan dengan label Sajak & Puisi. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Sajak & Puisi. Tampilkan semua postingan

Jumat, 05 Juni 2020

Jika Mencintai - Puisi


Jika mencintai itu sebuah puisi
Maka hubungan adalah rima
Puisi tak bergantung padanya

Jika mencintai itu sebuah fiksi
Maka hubungan adalah nyata
Fiksi tak perlu pembuktiannya

Jika mencintai hanyalah benda
Maka hubungan adalah udara
Benda tak terpengaruh karenanya

Itulah alasan aku mampu mencintaimu saja




Tabalong, 2 Juni 2020.
(day #2 field break di site saja)

Genggam dan Janji - Puisi


Senja pernah begitu jahat membelengguku
Pada genggam dan janji
Genggam yang menghangatkan hati
Janji yang menghidupkan harap mati

Menjadi sendiri sebagai biru
Pada awan-awan yang berpihak pada jingga
Menjadi sepi sebagai daun kering
Pada pepohonan hijau penuh asa

Aku meringkuk menghitung rambu jalan-jalan tambang
Hingga berharap segera menemukan pulang
Pulang yang ada kamu di dalamnya

Mencintaimu membuatku sulit membedakan hilang dan datang
Membuatku sukar membedakan senang dan meradang
Aku terbius pada apapun tentangmu adalah puja
Dan yang membencimu semua hina

Aku percaya pada genggam dan janji sang senja
Bahkan setelah malamku tiba




Tabalong, 2 Juni 2020.
(day #2 field break di site saja)

Aku Kamu & Ingin - Puisi


Aku ingin mencintaimu dalam cekik.
Menemanimu bahkan dalam panceklik.
Aku ingin mencintaimu dalam gusar.
Menatapmu tersenyum walau dalam nanar.

Aku ingin mencintaimu dengan konsisten.
Tanpa menggebu, pelan-pelan namun selalu.
Aku juga ingin menjadi bahasa.
Yang kau eja setiap hari tanpa jeda.

Maka, bukan hanya aku yang seharusnya ingin.
Kamu pun juga.




Tabalong, 1 Juni 2020.
(day #1 field break di site saja)

Ketika Mencintaimu - Puisi


Menikmati senja sebaiknya cukup dengan menikmatinya saja.
Jangan berpikir, karena keindahan itu akan lenyap dimakan akal.
Pun ketika mencintaimu, aku hanya perlu mencintaimu saja.
Tanpa berpikir, meninggalkan nalarku jauh di belakang.
Indah sekali.

Ketika mencintaimu, aku memang menulis banyak senja.
Bagaimana corak bersaing menjadi paling.
Bagaimana pekat bersiap menyambut gelap.
Ketika mencintaimu, rindu tak lagi terasa ngilu.
Memelukmu dalam awang nan merdu.
Yang diaminkan oleh senyum nan riang.

Pilu terasa lucu, kurangmu membuatku tersipu.
Marahlah saja, aku tetap akan menikmatinya.


Tabalong, 1 juni 2020
(day #1 field break di site saja)

Mengenali Lalu - Puisi


Mengenali diksi, lalu memilihnya.
Menggambarkanmu, kamus besar-pun tak akan mampu.
Kata-kata indah memang mematikan resah.
Namun kalimat gamang, obat bagimu yang malang.

Mengenali diri, lalu mengarahkannya.
Mencintaimu, siapapun tak ada yang sehebat aku.
Liuk tubuh indah meluluhkan gelisah.
Namun aku yang tak cemerlang, selalu berusaha menjadi terang.

Mengenali mimpi, lalu mengejarnya.
Menujumu, siapapun tak ada yang segigih aku.
Banyak yang mampu bertahan dikala badai.
Namun memastikanmu tenang, aku mampu menjadi pawang.

Sayangnya,
Aku hanya mengenalimu, tetapi lalu yang memilikinya.




Tabalong, 1 juni 2020.
(day #1 field break di site saja)

Mengapa Menunggu? - Puisi


Mengapa menunggu hujan?
Jika dalam terik, aku mampu mengingatmu dengan baik.

Mengapa menunggu sembuh?
Jika dalam pilu, kumiliki semua perhatianmu.

Mengapa menunggu reda?
Jika dalam deras, aku mampu melebur bias.

Mengapa menunggu yakin?
Jika dalam ragu, kumiliki semua cemburumu.

Jadi, mengapa aku masih menunggu?





Tabalong, 1 Juni 2020.
(day #1 field break di site saja)

Entah - Puisi


Entah bagaimana malam ini riuh.
Suaramu lekat kuingat utuh.
Sedikit, namun begitu rumit.
Rindu saja, seperti ingin menyapa.
 
Pesanmu seperti gigil,
Dan saat ini aku begitu sakit.
Berulang, kukenang, kupaksa otakku beku.
Karena ternyata aku hanya tahu namamu.
 
Entah bagaimana pagi ini lusuh.
Wajahmu erat tak tersentuh.
Sekelebat, namun begitu hebat.
Temu saja, seakan banyak bicara.
 
Tatapmu seperti anggur.
Dan saat ini aku begitu hancur.
Berkali, kuamati, kupaksa hatiku pilu.
Karena ternyata aku hanya lihat potretmu.



Tabalong, 1 Juni 2020.
(day #1 field break di site saja)

Aku Menggelar Sajadah - Puisi


Aku menggelar sajadah
Sedang kamu berjalan menuju gereja
Kita bertemu dalam doa berbeda cara
Namun serupa maksud

Dalam sujud ku memohon takdirku
Adalah orang yang juga terlahir
Disambut kumandang adzan

Dalam doa kau pun meminta takdirmu
Adalah orang yang juga menjadikan
Alkitab sebagai pedoman

Namun, ditengah-tengah dinding nan tajam
Kita berdua membenci takdir
Kita terus berharap bersama
Walaupun sadar itu percuma

Tuhan menghidupkan perasaan
Manusia lain sibuk menutup jalan
Budaya dan aturan menentang
Sekalipun dengan yakin kita bergandengan

Akhirnya, teriakkan mereka membuat kita menyerah
Kita mengaku rela, tetapi dalam doa diam-diam kusebut namamu tanpa sengaja.




Tabalong, 1 Juni 2020.
(day #1 field break di site saja)


Popular Posts